Hari kamis,tanggal 04-10-2012.
Post hari ini tentang sistem hukum di negare kite...;)
SISTEM HUKUM DI INDONESIA MASA SEKARANG
Sampai detik ini belum ada seorangpun yang bisa mendefinisikan hukum
secara pasti. Hanya semua orang bersepakat bahwa keberadaan hukum adalah
untuk menjamin keteraturan dan ketertiban masyarakat agar diperoleh
keadilan dan kesejahteraan. Sedangkan apa itu keadilan, sampai sekarang
juga masih belum ada definisi yang pasti. Namun begitu banyak ahli yang
sudah mencoba untuk memberikan penjelasannya dengan berbagai metodenya
masing-masing. Antara satu individu dengan yang lain dalam suatu
masyarakat akan saling mengikatkan diri dan ikatan itu dibuat sendiri,
namun jika ikatan itu dirasa sudah tidak lagi cocok maka dia akan
berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan tersebut (Biarkan hukum
mengalir). Hal ini muncul sebagai konsekuensi ketika manusia menjadi
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Ikatan
itulah yang kita sebut hukum, sebagai upaya mewujudkan ketertiban dan
keteraturan dalam proses interaksi sesama manusia. Dimana ada interaksi
antar manusia disitulah ada hukum yang mengaturnya (ubi societas ibi
ius). Setiap masyarakat memiliki sifatnya masing-masing yang akan dapat
kita lihat dari hukum yang tumbuh dan hidup dalam suatu masyarakat.
Hukum yang berkembang dalam suatu masyarakat dapat menunjukkan bagaimana
karakter dari individu-individu yang ada didalamnya, karena hukum dan
perilaku manusia tidak bisa dipisahkan.
Dalam konstitusi kita sudah jelas dikatakan bahwa negara Indonesia
adalah negara hukum. Pernyataan itu secara singkat dapat memancing
pemikiran yang mengatakan bahwa Indonesia bukan “negara keadilan”. Bisa
dikatakan demikian dengan melihat realita yang terjadi di sekitar kita
saat ini. Bagaimana dengan gampangnya seorang nenek yang “mencuri” 3
buah kakao dihukum seberat orang yang korupsi jutaan rupiah misalkan.
Lalu bagaimana di daerah Probolinggo, seorang pencuri yang sudah berada
dalam tahanan polisi dibunuh oleh warga, dan masih banyak lagi berbagai
kasus lain yang menunjukkan kesewenang-wenangan penafsiran keadilan.
Hukum adalah bagian usaha untuk meraih keadilan dalam masyarakat, tetapi
dia tidak sama persis dengan keadilan. Keadilan mencakup hukum namun
hukum bukan satu-satunya cara menciptakan keadilan. Seandainya
konstitusi kita menuliskan negara Indonesia adalah negara yang berdasar
keadilan tentu akan berbeda keadaan yang terjadi sekarang ini. Wajarlah
sekarang masyarakat Indonesia merasa kecewa terhadap hukum yang sedang
berjalan karena hukum kebanyakan hanya dijadikan sebagai alat legalitas
untuk membenarkan sebuah tindakan. Hukum hanya dijadikan sebagai alat
untuk membenarkan setiap keputusan yang diambil oleh penguasa. Misalkan
ketika undang-undang Badan Hukum Pendidikan dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi, dengan sigapnya lalu presiden kita mencoba mengeluarkan
perpu.
Hukum di Indonesia adalah produk politik, karena itu seharusnya hukum
kita dapat lebih progresif, mengingat kepentingan semua pihak dapat
dengan cepat tersampaikan. Dengan demikian harapannya kebahagiaan
masyarakat bisa diwujudkan. Namun ternyata kepentingan yang terakomodir
selama ini hanya kepentingan segelintir golongan saja, sehingga banyak
rakyat yang tidak merasa diuntungkan dengan adanya hukum yang tercipta.
Ketika masyarakat tidak lagi merasakan manfaat dari hukum maka hukum
secara otomatis akan kehilangan kewibawaannya. Masyarakat tidak lagi
melihat hukum sebagai kebutuhan dan akhirnya hukum akan ditinggalkan
atau setidak-tidaknya masyarakat akan mencari hukum baru yang sesuai
dengan keadaannya. Semua itu tidak dapat kita salahkan begitu saja pada
masyarakat yang mencoba melepaskan diri dari hukum yang
“membelenggunya”. Jika hukum kita sudah sesuai dengan kebutuhan dan
keadaan masyarakat, tidak akan terjadi kasus bibit-candra, kasus mbah
minah, kasus munir, dan masih banyak lagi lainnya yang mungkin tidak
sempat terlihat oleh kita karena begitu banyaknya kasus seperti itu.
Karena itu pula maka kita akan mewajarkan ketika masyarakat tidak lagi
percaya terhadap hukum yang ada sekarang. Hal-hal itulah yang membuat
hukum kita akan sulit untuk ditegakkan. Jangankan tegak dengan kesadaran
sendiri, dipaksakan sekalipun akan sulit. 12 tahun sudah reformasi
berjalan, tetap saja belum mampu untuk mengembalikan atau memperbaiki
kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
Hukum kita saat ini belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang
setiap harinya terus mengalami perkembangan. Karena itu sekarang harus
dimulai evaluasi bersama untuk selanjutnya kita tindaklanjuti dengan
jiwa besar sehingga akan lahir sistem hukum baru yang bisa memberi
kebahagiaan pada masyarakat Indonesia. Dengan kebahagiaan itulah maka
kesadaran hukum dalam masyarakat akan tercipta karena masyarakat merasa
butuh. Bukan hanya sistem yang harus dibenahi, tetapi para penegaknya
juga perlu dibenahi agar semuanya dapat berjalan dengan sinergis antara
penegak hukum dengan hukum yang akan ditegakkan. Dengan demikian
masyarakat tidak akan merasa hidup dalam keterkekangan, namun hidup
dalam kedamaian yang akhirnya menciptakan kesejahteraan. Untuk itu perlu
pembenahan besar-besaran oleh semua pihak, dan momentum reformasi
adalah saat yang tepat untuk melakukan itu. Yang perlu diingat, hukum
bukan sekedar tulisan yang tercantum dalam lembaran Negara atau Kitab
Undang-undang, namun lebih dari itu hukum merupakan sebuah penerapan
aksi demi terwujudnya suatu sistem yang berlandaskan keadilan, kepastian
dan kemanfaatan. Jika kita hanya bercermin pada aturan yang berlaku
tanpa memandang penuh kepada nilai-nilai yang ada di masyarakat,
seakan-akan kehidupan yang berlaku di masyarakat itu tidak mempunyai
andil dalam pembangunan hukum itu sendiri, padahal secara keseluruhan
masyarakat mau tidak mau adalah bagian pokok dari hukum itu sendiri.
Tanpa kita sadari, mungkin saja terdapat banyak produk hukum yang tidak
sesuai dengan keinginan dan hasrat masyarakat. Inilah yang sedikit
banyak menimbulkan pergeseran pemahaman, bahwa masyarakat yang tidak mau
tunduk terhadap hukum yang dibuat pemerintah, padahal yang terjadi
adalah produk hukum pemerintah sendiri yang kurang bersinergi dengan
keadaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu kiranya kita menimbang
kembali apa yang perlu dibenahi dalam penerapan sistem hukum di
Indonesia saat ini. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa kemampuan
masyarakat kini dalam mengkritisi sebuah kebijakan adalah sangat tajam,
yang akhirnya memunculkan aroma kebinasaan kekuasaan di mata masyarakat
itu sendiri. Kekhawatiran yang timbul, bukan hanya pada bagian substansi
ataupun struktur hukum, tapi juga budaya hukum yang senantiasa tidak
dapat lepas dari kehidupan masyarakat dari dulu hingga sekarang. Maka,
hukum yang komunikatif dari segi substansi, struktur dan budaya perlu
ditanamkan agar tidak menjadi bumerang bagi pelaksanaannya sendiri.
Jangan sampai substansi yang dihasilkan hanya berkiblat pada keluwesan
penegak hukum dalam menjerat kekuasaan tanpa memperhatikan keberadaan
budaya hukum yang tumbuh dan hidup di masyarakat serta nantinya tidak
menimbulkan provokatif hukum antara ketiga unsur sistem hukum tersebut.
Selasa, 02 Oktober 2012
Langganan:
Postingan (Atom)